Jumat, 26 Juli 2013

Saya dan Rasa Bangga

Terdapat satu penyakit hati yang bisa menjangkiti siapa saja, baik orang miskin maupun kaya, orang pandai maupun bodoh, baik orang yang sedang diatas angin maupun yang diujung tanduk, ialah rasa bangga. Rasa bangga sangat berbahaya, karena kerap membuat kita rabun dan kurang waspada. Rabun sehingga terlalu tinggi memandang diri sendiri dan kurang waspada sehingga tanpa sadar kita sedang memimpin diri sendiri ke ambang kehancuran.
Dan sayangnya, itulah yang saya alami. Selama ini saya sering merasa sering lebih baik dari orang lain. Dalam banyak hal, misalnya tanggung jawab, antusiasme dalam menyelesaikan tugas-tugas, semangat dalam belajar  dan lain-lain yang sebenarnya mungkin menurut anda tidak pantas membuat seseorang menjadi bangga (saking remehnya). Namun itulah yang sempat saya alami. Rasa bangga adalah ketika kita merasa telah mencapai sesuatu, dan bisa menjelma kesombongan ketika kita menganggap remeh orang lain yang menurut pandangan kita tidak sama dengan kita. Pun saya, sempat menganggap diri saya lebih karena memiliki hal-hal di atas.
Namun alhamdulillah, mungkin karena lagi puasa (hehehe… ) atau karena menurut Allah inilah saat yang tepat untuk meyadarkan saya supaya tidak kebablasan, akhir-akhir ini Allah sedikit mengingatkan saya lewat suatu pengalaman kecil. Inilah yang ingin saya bagi dengan teman-teman semua.
Seperti biasa, meskipun bukan disengaja, liburan akhir semester genap di kampus saya berjalan bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Dan seperti biasa juga, saya sempat bingung bagaimana saya akan menjalani liburan panjang ini. Bayangkan betapa jenuhnya bila kita harus menjalani liburan panjang selama hampir 2 bulan tanpa kegiatan. Karenanya, saya memutuskan melamar ke sebuah biro jasa pembuatan web sebagai salah satu karyawan freelance untuk mengisi liburan ini.
Sayangnya, ternyata saya sedikit salah informasi. Lowongan pekerjaan di biro tersebut ternyata ditujukan untuk yang berminat menjadi karyawan fulltime sebagai content writer. Pada awalnya pemilik biro yang saya temui menunjukkan tanda-tanda kurang berkenan menerima saya karena di biro tersebut karyawan freelance sudah banyak. Namun karena sudah bertekad, saya tetap bersikukuh untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Akhirnya, mungkin karena melihat kesungguhan saya pemilik biro memberi saya kesempatan. Tapi saya diharuskan mengirim beberapa contoh tulisan hari itu juga.
Saya bersedia karena menurut saya pekerjaan itu tidaklah sulit. Cukup menulis 5 hingga 8 artikel tentang tema tertentu dan harus di-approve semuanya oleh editor di biro tersebut. Disamping sedang liburan sehingga banyak waktu untuk mengerjakannya, selama ini saya memang suka menulis dan pernah bekerja sebagai karyawan outsourcing di sebuah situs sebagai penulis profil tokoh. Jadi menurut saya saat itu saya pasti bisa, lah. Saya kan sempat punya pengalaman.
Namun, saya baru ingat ketika sudah ada di rumah, bahwa pekerjaan tersebut tidak akan bisa saya kerjakan setelah liburan ketika kuliah sudah aktif. Biro tersebut meminta saya mengirim artikel yang saya buat setiap harinya maksimal pukul 5 sore. Sedangkan, pada hari biasa di pagi hingga siang hari saya harus kuliah. Bisa jadi, pemilik biro sempat kurang berkenan menerima saya karena pekerjaan tersebut sebenarnya lebih cocok dilakukan karyawan fulltime yang hanya mengerjakan artikel setiap hari dari pagi hingga sore hari. Akhirnya, saya menghubungi pemilik biro untuk menyampaikan pengunduran diri saya.
Saya tersadar, bahwa apa-apa yang saya pelajari di sekolah selama ini belum cukup untuk menghadapi dunia kerja. Karena, setelah saya pikir-pikir, meskipun sebagai karyawan fulltime pun saya mungkin tidak bisa memenuhi standar biro tersebut. Mungkin dari segi keterampilan, misalnya keterampilan menulis dan berbahasa Inggris (karena biro meminta saya mengambil sumber dari web luar negeri) saya masih memenuhi syarat. Namun saya ini orangnya mudah stres dan paling tidak bisa bekerja bila dikejar-kejar deadline, sedangkan pekerjaan tersebut deadlinenya tiap hari (dan mungkin banyak pekerjaan seperti itu) sehingga hampir bisa dipastikan setiap hari saya akan merasa stres. Sekolah biasanya mengajarkan keterampilan atau hardskill, sedangkan softskill seperti kemampuan memotivasi diri, manajemen stres, dan lain-lain harus kita pelajari sendiri.
Saya juga jadi berpikir, teman-teman yang tidak setekun saya waktu sekolah mungkin bisa lebih berhasil karena pada dasarnya mereka orangnya santai dan bisa enjoy dalam menghadapi hidup yang penuh tekanan. Hardskill mungkin lebih mudah dicari dan bahkan bisa dengan cepat kita pelajari waktu sudah bekerja karena saat itu kita langsung praktek, tidak hanya belajar teori. Selama ini saya cukup pede karena nilai-nilai saya di sekolah cukup baik, namun ternyata bukan itu yang benar-benar saya perlukan untuk bisa bekerja dan menghadapi kenyataan hidup selepas kuliah.
Satu lagi, saya jadi sadar bahwa saya tidak harus bangga dengan diri saya karena sebenarnya pencapaian saya selama sekolah adalah lebih karena karunia Allah, karena kebetulan saya ada di tempat yang tepat. Sekolah cenderung mengajarkan hal-hal bersifat akademik dan potensi akademik saya mungkin kebetulan  cukup bagus. Sedangkan, banyak dari teman-teman saya sebenarnya berpotensi di bidang seni misalnya, namun karena sekolah kurang memfasilitasi mereka jadi kurang “menonjol”. Dan malangnya, ada dari mereka menjadi rendah diri dan merasa tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah sehingga menjadi kurang pede.

Alhamdulillah, Allah menyadarkan saya di Bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Mudah-mudahan Ia juga membantu saya memperbaiki diri dan menjauhkan saya dari sifat bangga dan sombong.J

3 komentar:

  1. iya fa, kebanggaan terhadap diri sendiri memang sangat menjerumuskan. tapi bagaimanapun, rasa bangga terhadap diri sendiri itu tetap harus dipelihara (dengan kadar tertentu) agar kita tidak memandang diri kita terlalu rendah.

    terus aku merumuskan begini : lebih aman menganggap diri kita "berbeda" daripada "lebih baik". jadi kapanpun kita mencapai target dalam hidup yang kebetulan tidak dicapai orang lain, kita dapat berkata dalam hati "saya memang berbeda dari mereka, demikian pula mereka yang berbeda dengan saya".

    mari berbangga dengan pencapaian diri tanpa membandingkan diri dengan orang lain :D

    ** I really wanna see you, pal

    BalasHapus
  2. makasiih.. kapan ya bisa ketemuan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kapan yaaa.. paska Idul Fitri libur sampek tanggal berapa fa? aslinya kampus kita lho deket banget lho ya.. hahaha

      Hapus